PAGELARAN SENI DIJEMBER, LATAR ANIMASI DALANG SEBAGAI PEMANDU ACARA
Sejumlah anak muda tampak datang
berbondong-bondong menuju ke salah satu lokasi tempat nongkrong di
daerah Baratan Patrang, beberapa waktu lalu. Sebagian besar pengunjung
yang rata-rata anak muda ini tampak memadati panggung yang ada di lantai
1 bangunan utama.
Mereka tampak antusias untuk mengikuti pertunjukan yang sedang digelar di tempat tersebut.
Namun saat tim Jawa Pos Radar Jember datang, ternyata yang
ditampilkan bukan band, pentas seni dan sebagainya. Malah yang
ditampilkan dalam gelaran ini adalah wayang kulit.
Di sini, wayang kulit itu menceritakan tentang hikayat Rama dan
Sinta. Sayup-sayup terdengar suara bagaimana sang dalang Ki Suwito
Sudrun mengantarkan cerita wayang tersebut.
Makin lambat semakin terdengar jelas bagaimana suara sang dalang
ini. Ternyata sang dalang tidak menceritakan cerita wayang dengan
menggunakan tutur bahasa Jawa halus sepetti layaknya wayang kulit. Namun
cerita ini disampaikan dengan menggunakan bahasa Indonesia dan juga
campuran Jawa dan Madura.
Begitu juga saat sinden menyanyi latar lagu yang mengiringi
cerita. Wanita-wanita cantik ini tidak hanya duduk saja. Mereka malah
berdiri layaknya seorang penyanyi biduan di atas panggung.
Tentu saja, aksi para sinden di tengah-tengah cerita ini membuat
sejumlah pengunjung yang melihat pagelaran wayang inipun heboh tidak
karuan. Apalagi, sang sinden tidak hanya menyanyikan tembang Jawa, namun
juga ada lagu modern.
Apalagi musik di-set bukan hanya diiringi oleh gamelan saja.
Namun juga banyak alat musik modern seperti gitar, drum dan lain
sebagainya. Sehingga musik-musik modern dipadu dengan lagu-lagu Jawa
khas pagelaran wayang kulit inipun dilakukan dengan saling bersahutan
satu sama lain.
Semakin mendekati panggung, kekagetan kru pun semakin besar.
Pasalnya, di atas panggung, wayang kulit tidak berjajar layaknya
pagelaran wayang kulit biasa. Dimana biasanya sang dalang membawakan
cerita wayang kulit ini membelakangi pengunjung. Namun, kini malah sang
dalang yang menceritakan wayang berjudul ‘Bumi Sweta Dwipa’ menghadap ke
penonton.
Bukan hanya itu, di bagian belakang tidak ada layar putih
layaknya pagelarang wayang biasa. Namun, background wayang kulit ini
dilakukan dengan menggunakan layar layaknya sebuah presentasi. Namun,
sebagai background menggunakan layar yang diisi dengan animasi.
Misalnya, saat adegan goro-goro terbang menggunakan animasi awan. Jika dialog dilakukan di rumah atau hutan juga animasi background pun mengikuti.
Yang paling membuat heboh, di tengah pagelaran tersebut bukan
hanya sekadar menampilkan wayang kulit saja. Namun, ada sejumlah penari
yang memperagakan adegan cerita di wayang tersebut. Mereka layaknya
wayang orang namun dengan sentuhan tari tradisional yang membuat mereka
berlenggak-lenggok di atas panggung. Sehingga membuat masyarakat yang
paling banyak anak muda ini kegirangan.
Belum lagi ditambah dengan paduan lighting layaknya
panggung hiburan lainnya. Sehingga pagelaran wayang kulit kontemporer
ini benar-benar bisa menarik perhatian masyarakat utamanya untuk
generasi muda.
Tentu saja, pagelaran wayang yang berbeda dibandingkan dengan
biasanya ini semakin membuat masyarakat pun sangat antusias untuk
menikmatinya.
Sumber:http://radarjember.jawapos.com/read/2017/05/18/2643/latar-animasi-dalang-sebagai-pemandu-acara/2
Tidak ada komentar