SILPA Difokuskan Infrastruktur Perbaiki Jalan, Pasar, dan Puskesmas
JEMBER – Duet Bupati
Jember dr Hj Faida MMR dan Wakil Bupati Jember drs KH Muqit Arief
ternyata punya rencana besar untuk penggunaan dana SILPA sekitar Rp 665
miliar. Besarnya SILPA tersebut, menurut Bupati Faida, saat ini telah
siap digunakan untuk perbaikan infrastruktur serta peningkatan layanan
publik yang menyentuh langsung kepentingan masyarakat. Diantaranya,
dipersiapkan untuk pembangunan 15 puskesmas di 15 kecamatan, 100 unit
ambulans desa, 135 puskesmas pembantu, dan perencanaan 35 puskesmas
induk. Termasuk untuk peningkatan jalan sepanjang 143 Km, pemeliharaan
jalan 52,5 Km, dinding penahan jalan 30,5 Km, pembangunan jaringan
irigasi sepanjang 42,8 Km, pemeliharaan jaringan irigasi 66,37 Km, 27
pasar, serta untuk menutup defisit APBD awal sebesar
Rp.87.187.287.387,00.
“Nantinya akan dibahas bersama dengan
DPRD, dalam rangkaian pembahasan Rancangan Perubahan ABPD Tahun Anggaran
2017,” papar Bupati lulusan Cumlaude Pascasarjana UGM ini.
Bupati Faida MMR juga angkat bicara
terkait SILPA tahun anggaran 2016 yang sempat ditanyakan beberapa fraksi
DPRD Jember. Dijelaskan, SILPA (Sisa Lebih Perhitungan Anggaran)
merupakan selisih lebih realisasi penerimaan dan pengeluaran anggaran
selama satu periode tahun anggaran. “Ditinjau dari sumbernya, secara
normatif SILPA tersebut diakumulasi dari tiga komponen utama,” ujarnya.
Pertama, kata Faida, dari adanya
efisiensi belanja kegiatan pembangunan, baik belanja langsung maupun
tidak langsung yang dilaksanakan oleh OPD. Kedua, dari adanya sejumlah
kegiatan yang tidak dapat dilaksanakan atau terlaksana namun tidak
mencapai target fisik yang direncanakan. Ketiga, dari adanya realisasi
pendapatan daerah yang melampaui target yang ditetapkan.
Lebih jauh dijelaskan, sesuai hasil
audit BPK, SILPA sebesar Rp.649.555.523.036,48 berasal dari sisa
anggaran belanja sebesar Rp.665.748.785.473,52 dikurangi kekurangan
target pendapatan sebesar Rp.16.222.485.604,04 ditambah
dengan realisasi penerimaan pembiayaan sebesar Rp.29.223.167,00.
Faida memperinci, sisa anggaran belanja
sebesar Rp.665.748.785.473,52 terdiri dari SILPA dari belanja
pegawai senilai Rp.229.702.591.686,06. Diantaranya disebabkan
karena ada sisa gaji pokok dan tunjangan sebesar Rp.147.166.189.464,11.
“Hal ini disebabkan karena adanya dinamika pegawai yang pensiun,
meninggal dunia dan mutasi,” paparnya.
Berikutnya, lanjut bupati perempuan
pertama di Jember ini, silpa karena ada sisa Tunjangan Profesi Guru
sebesar Rp.81.089.234.400,00 disebabkan karena jumlah guru yang memenuhi
syarat untuk mendapatkan tunjangan jauh lebih sedikit dari alokasi
anggaran pusat. “Selain itu juga disebabkan adanya guru yang meninggal
dunia, pensiun dan mutasi. Sisa dana tersebut merupakan akumulasi sejak
tahun 2012,” papar Bupati Faida saat memberikan jawaban atas Pandangan umum Fraksi-Fraksi DPRD Tentang Raperda Pertanggungjawaban Pelaksanaan APBD tahun 2016 di gedung dewan.
Faida menambahkan, SILPA juga berasal
dari Belanja Hibah dan Bantuan Sosial sebesar Rp.73.995.872.524,00.
“Ini disebabkan karena terdapat 920 lembaga Pengusul yang kenyataannya
tidak memenuhi persyaratan kelayakan administratif. Tentu saja tidak
perlu dipaksakan karena akan menimbulkan permasalahan hukum,” tegasnya.
Berikutnya, masih menurut Faida, ada
SILPA dari Bagi Hasil kepada Pemerintah Desa sebesar Rp.305.432.045,00.
Ini disebabkan karena ada salah satu kepala desa yang meninggal dunia
setelah pencairan tahap pertama, sehingga pencairan tahap berikutnya
mengalami kendala. Kata Faida, SILPA yang berasal dari Bantuan
Keuangan kepada Pemerintah Desa sebesar Rp.4.722.476.238,00 disebabkan
karena adanya dinamika kekosongan jabatan perangkat desa yang meliputi
meninggal dunia, purna tugas dan diberhentikan karena terjerat kasus
hukum. Sebagian besar pemerintahan desa yang tidak segera mengisi
kekosongan jabatan perangkat desa, berpengaruh pada penyerapan anggaran
SILPA juga berasal dari Belanja Tidak
Terduga sebesar Rp. 5.000.000.000.00 karena sepanjang tahun 2016 tidak
terjadi kerawanan sosial sehingga belanja tersebut tidak terserap.
“SILPA dari Belanja Langsung sebesar Rp.352.022.412.990,46 disebabkan
oleh terjadi gagal lelang sebanyak 5 paket kegiatan fisik senilai
Rp.16.129.709.000,00,”. Diantaranya PJU disebabkan waktu pelaksanaan
lelang tidak mencukupi, pengadaan peralatan alat pemetaan ukur jembatan
timbang sebanyak 3 paket karena adanya proses pengalihan aset P3D dari
Kabupaten Jember kepada Pemerintah Provinsi Jawa Timur. “Sehingga tidak
dapat ditindaklanjuti oleh Pemerintah Kabupaten Jember. Sedangkan untuk
pengadaan alat kesehatan berupa alat kedokteran bedah tidak ada yang
mengajukan penawaran,” ungkapnya.
Selanjutnya terjadi gagal bayar terhadap
pengadaan pakaian seragam dinas putih hitam senilai Rp.4.832.341.500,00
disebabkan hasil pekerjaan tidak sesuai kontrak yang dibuktikan dengan
uji laboratorium. Termasuk keterbatasan waktu pelaksanaan kegiatan
karena penetapan Perubahan APBD Tahun 2016 yang baru ditetapkan pada
tanggal 1 Desember 2016. Antara lain, untuk pekerjaan fisik di PU Bina
Marga sebesar Rp.47.430.730.376,00 untuk 109 paket peningkatan jalan
sepanjang 21,85 Km, 5 jembatan dan 5 paket saluran drainase tidak dapat
direalisasikan meskipun segala sesuatunya telah dipersiapkan. “Hal ini
disebabkan waktu pelaksanaan untuk proyek fisik minimal diperlukan 45
hari, sementara APBD ditetapkan tanggal 1 Desember 2016 yang artinya
hanya tersisa 20 hari saja,” ujarnya.
Faida menjelaskan, SILPA juga berasal
dari kegiatan Dana Alokasi Khusus di Dinas Pendidikan senilai
Rp.14.843.204.304,00 untuk rehab sekolah sebanyak 169 ruang kelas,
pengadaan buku 180 paket dan penambahan 2 ruang kelas baru, dimana
petunjuk teknis dari Kementerian Pendidikan baru turun akhir bulan April
2016. “Lima bulan setelah APBD 2016 ditetapkan, yang artinya anggaran
ini baru dapat dilaksanakan pada saat Perubahan APBD Tahun Anggaran
2016, yang baru ditetapkan tanggal 1 Desember 2016,” ujarnya.
Sedangkan SILPA sebesar
Rp.80.274.187.215,00 berasal dari dana JKN disebabkan belanja
operasional yang 40 persen kesulitan untuk diserap puskesmas karena
menu belanja operasional dana JKN dibatasi sesuai dengan Juknis dari
Kementerian Kesehatan. Termasuk disebabkan petunjuk teknis pemanfaatan
dana operasional sesuai Permenkes Nomor 21 Tahun 2016 tentang Penggunaan
Dana Kapitasi JKN untuk Jasa Pelayanan Kesehatan dan Dukungan Biaya
Operasional pada FKTP Milik Pemerintah Daerah baru terbit bulan Mei
2016, sehingga dana operasional bulan Januari sampai dengan Juni 2016
tidak dapat di realisasikan.
Lebih lanjut Faida menegaskan, SILPA
juga berasal dari kegiatan yang didanai dari Dana Bagi Hasil Cukai
Tembakau sebesar Rp.18.243.705.638,00. “Tidak terserapnya anggaran
tersebut disebabkan oleh mekanisme proposal hibah barang dari program
DBHCHT tidak sesuai dengan peraturan yang berlaku, diantaranya terdapat
65 paket pengadaan di Disperindag yang syarat-syarat proposalnya tidak
terpenuhi, yang apabila dipaksakan akan menimbulkan permasalahan hukum,”
ujar bupati peraih penghargaan Satya Lencana dari presiden ini. “Untuk
SILPA yang secara umum berasal dari efisiensi pelaksanaan program
kegiatan pada seluruh OPD sebesar Rp.170.268.534.957,46, ujarnya. Ini
perlu diapresiasi karena OPD sudah menjalankan tugas secara profesional
sesuai dengan tugas pokok dan fungsinya.
Menurut dokter lulusan Unair ini,
besarnya SILPA juga disebabkan adanya pelampauan pendapatan khususnya
dana transfer berupa DAU sebesar Rp.185.760.263.130,00 berdasarkan
Peraturan Menteri Keuangan RI Nomor 125/PMK.07/2016 tentang Penundaan
Penyaluran Sebagian DAU Tahun 2016. Hal ini berdampak berkurangnya
besaran DAU bagi Kabupaten Jember sebesar 185 miliar rupiah, yang
kemudian kita sesuaikan pada Perubahan APBD Tahun Anggaran 2016, bersama
dengan DPRD Kabupaten Jember. “Pemerintah Pusat pada saat itu
berkomitmen untuk menyalurkan besaran DAU yang tertunda tersebut pada
Tahun Anggaran 2017,” ujarnya. Yang terjadi selanjutnya, kata Faida,
dana sebesar 185 milyar tersebut disalurkan kembali kepada Pemerintah
Kabupaten Jember pada tahun anggaran berjalan, yaitu Tahun 2016, pada
bulan November dan Desember. Dalam postur APBD, kembalinya DAU sebesar
Rp 185 miliar rupiah tersebut secara kontekstual menjadi berstatus
sebagai dana `lebih salur pendapatan dana transfer. (*)

Tidak ada komentar